Nama: Rini Aptriani
Kelas: XI IPA 1
Guru Bidang Study: Ronaldo Rozalino, S.Sn
Tari serampang dua belas, tarian khas asal Kasultanan Serdang, Sumatera Utara, ternyata akhir-akhir ini mengalami pendangkalan dalam hal teknik.
Pendangkalan itu terjadi karena tari yang mulai populer pada era 1950-an itu banyak ditarikan oleh orang dari berbagai daerah sehingga terjadi pergeseran dari teknik-teknik asli.
Hal ini diungkapkan oleh penari tradisional Sumatera Utara, Jose Rizal Firdaus, dalam makalahnya yang dipaparkan dalam lokakarya Serampang Dua Belas Karya Sauti di Taman Budaya Sumatera Utara, Senin . Lokakarya berlangsung hingga Rabu.
Ketua Pelaksana Lokakarya Sri Dewi Kesumaningayu mengatakan, lokakarya bertujuan melestarikan tarian yang semakin lama semakin tenggelam ini.
”Kami merasa agak waswas kesenian tradisi akan diambil negara lain. Apalagi, jika tidak dikembangkan ke anak muda,” tutur Sri. Langkah ini juga menjadi bagian panitia untuk mengisi liburan anak-anak pada hal yang bermanfaat.
Tari serampang dua belas sendiri diciptakan oleh Sauti pada era 1940-an. Sauti adalah penari kelahiran tahun 1903 di Pantai Cermin, yang saat ini menjadi bagian Kabupaten Serdang Bedagai. Sauti juga seorang guru dan diperbantukan di Perwakilan Jawatan Kebudayaan Sumatera Utara di Medan. Ia meninggal pada tahun 1963.
Tarian pergaulan yang ditarikan secara berpasangan, baik dengan lawan jenis maupun sejenis, ini kini terkenal di seluruh tanah air, bahkan dibawakan di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Hongkong. Keterkenalan itu di satu sisi juga menimbulkan kecemasan karena bisa diklaim oleh bangsa lain.
Menurut Sri, tarian ini pada awalnya ditarikan hanya oleh laki-laki. Namanya pun dulu tari pulau sari karena lagu yang mengiringi tarian ini adalah lagu ”Pulau Sari”.
Saat zaman diciptakan, kaum perempuan belum boleh ikut menari karena menari berarti akan memperlihatkan lekuk tubuh mereka dan itu dilarang.
0 komentar:
Posting Komentar